Berdasarkan data terkini pada Rabu 18 Maret 2020 pukul 18.00, saat ini status jumlah pasien positif covid-19 di Indonesia sudah mencapai 227 kasus. Peningkatan jumlah kasus covid-19 ini menyebabkan banyak terjadi perubahan dalam aktivitas kita sehari-hari.
Hari ini pula merupakan hari kedua anak-anak dan guru serta orangtua siswa Al-Amjad dihimbau untuk beraktivitas di rumah. Para siswa dihimbau belajar di rumah, para orangtua disarankan untuk bekerja dari rumah, dan kita semua dihimbau beribadah di rumah. Bila melihat tiga aktivitas yang dijelaskan ini, tentu masing-masing ada dampak yang tentu akan memengaruhi kita.
Himbauan untuk belajar di rumah tentu saja disenangi oleh anak, walaupun ada sebagian besar juga yang tidak begitu menyenanginya karena mengurangi aktivitas sosial dengan teman dan gurunya, namun di tengah rutinitas setiap hari pergi ke sekolah, dan mendapatkan waktu untuk tidak pergi ke sekolah, sering dianalogikan sebagai liburan dadakan yang muncul tanpa disangka.
Himbauan untuk bekerja dari rumah juga menyebabkan banyak pro kontra di kalangan orangtua kita. Bagi para pekerja keras yang perusahaannya bisa dikontrol jarak jauh, tentu work from home tidak jauh berbeda dengan pergi ke kantor. Bahkan mungkin menyenangkan, karena di saat yang bersamaan anak pun tidak berangkat ke sekolah, dan waktu yang dihabiskan setiap hari di rumah bisa menjadi sangat berharga apabila diisi dengan aktivitas yang menarik.
Namun bagi para orangtua kita yang harus pergi ke kantor, berusaha, berjualan, kerja di lapangan, tentu anjuran work from home tidak berlaku, dan menjadi mengkhawatirkan bagi kita. Khawatir akan kesehatan yang tentu orangtua kita abaikan, demi mencari nafkah bagi dirinya dan keluarganya, terutama anak-anaknya.
Aktivitas belajar di rumah, tentu merupakan aktivitas yang paling mudah diimplementasikan. Anjuran untuk sekolah menyiapkan tugas dan pekerjaan rumah serta tagihan belajar, tentu lebih mudah berkat adanya teknologi. Lebih lanjut siswa pun lebih mudah untuk belajar, lagi-lagi berkat adanya teknologi. Kemudian aktivitas work from home walaupun lebih banyak pro dan kontranya, namun masih applicabledi beberapa sektor.
Beribadah di rumah sendiri baru saja kembali diperjelas oleh fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19, yang mana poinnya:
“Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.”
Jika membaca kutipan fatwa MUI di atas, tentu sebagian dari kita ada yang beranggapan, “Mengapa harus takut dengan virus corona? Mengapa justru tidak takut meninggalkan perintah Allah?”, dan sebagainya. Bahkan muncul himbauan untuk tetap memakmurkan mesjid di tengah virus corona.
Menyikapi hal ini, tentu kita harus mengambil kaidah fiqih yaitu:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan
daripada Mengambil sebuah kemaslahatan”.
Beribadah di rumah memang tidak lebih istimewa dibanding pergi beribadah dengan khusyuk di masjid, namun mengurangi resiko menularkan dan tertular penyakit dengan beribadah di rumah adalah suatu ikhtiar kita menghilangkan kemudharatan tersebut.
Memang benar di kota Medan sendiri belum sebanyak DKI Jakarta dan kota lain mengenai kasus Covid-19. Namun jika melihat potensi penularan penyakit yang begitu cepat, akankah kita terus merasa masa bodoh dan tidak waspada dengan kesehatan kita dan orang lain?
Kita pun sebenarnya bisa berkaca dan mengingat bagaimana jika beribadah di masjid, seringkali jika ada yang batuk, maka batuk itu akan diikuti oleh jamaah lainnya, dan kemudian lainnya seperti bersahutan. Bayangkan jika itu yang terjadi di tengah virus Covid-19 yang telah diteliti juga penyebarannya melalui droplet manusia ke manusia lainnya.
Kemudian lebih lanjut, haruskah kita berprasangka buruk dengan Allah yang tidak meringankan hamba-Nya di tengah situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan? Sedangkan kita saja dimudahkan jika tidak mampu berdiri dalam shalat, maka shalatlah dengan duduk, jika tidak mampu, pun diperbolehkan berbaring.
Himbauan beribadah di rumah juga ternyata dapat dimanfaatkan dengan sangat baik, yaitu ayah menjadi imam yang makmumnya adalah seluruh anggota keluarga. Kemudian anak remaja juga dapat berlatih menjadi imam, atau mengumandangkan iqamah sebelum waktunya shalat. Bahkan anak dapat berlatih memimpin doa dan dzikir setelah shalat. Kemudian interaksi antara orangtua dan anak dapat kembali terjalin dengan baik.
Hal terpenting yang harus kita pahami adalah bekerjalah dengan sungguh, belajarlah dengan sungguh, dan beribadahlah dengan sungguh, walaupun kesemuanya harus dilakukan berbeda dari biasanya.
Semoga Allah selalu melindungi kita.
Mari sama-sama kita sisipkan dalam setiap do’a kita, agar wabah ini cepat berlalu, dan kita semua beserta seluruh keluarga besar kita terhindar dari wabah ini.
Aamiin yaaa Rabb.
Comments