Bukan kayak gitu lo, Di. Gitu aja pun gak bisa. Udah lah, biar aku aja yang buat sendiri! Ngerepotin kalau kamu yang buat,” terdengar suara Kira dengan nada tegas dari ruang seni yang dipenuhi oleh aroma cat dan terpaan cahaya matahari yang lembut dari jendela besar di sudut ruangan. Ruang seni itu, dengan dinding penuh lukisan yang menggantung dan meja-meja berantakan dengan palet dan kuas, menjadi saksi frustrasi Kira.
Ia mengambil palet lukis dari tangan Andi, lalu menarik kanvas baru untuk memulai lukisannya dengan gerakan yang tegas. Andi, yang duduk di bangku kayu tua, terlihat bersalah dan tidak melakukan apa-apa. Dia hanya diam, memperhatikan sang 'master seniman' yang mulai menggoreskan warna ke kanvas putih itu.
Kira adalah seorang yang pandai melukis, bahkan telah memenangkan beberapa kejuaraan melukis. Namun, di balik bakat luar biasanya, dia adalah orang yang pemarah, gampang iri, dan tidak takut meyakiti atau melakukan kecurangan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Tidak ada yang berani melawan Kira karena mereka pasti akan mendapatkan balasan dengan caranya yang curang dan licik.
Tiba-tiba, pintu ruang seni terbuka dengan hantaman keras. Emprit, seorang anak dengan rambut acak-acakan dan mata berbinar penuh kegirangan, muncul dengan napas tersengal. Seakan baru saja memenangkan perlombaan, dia berlari ke dalam ruangan yang penuh dengan aroma terpentin dan cat minyak, menciptakan kekacauan kecil di tengah ketenangan ruang seni itu.
"Ada apa, Prit? ........
Baca selengkapnya pada link berikut ini
Comentarios